Friday, April 14, 2023

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Salam Guru Penggerak.

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik” 

 (Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best)

Bob Talbert

Kutipan di atas menekankan pentingnya mengajarkan seseorang tidak hanya untuk menghitung atau mempelajari hal-hal praktis saja, tetapi juga untuk memahami nilai-nilai yang benar-benar penting dalam hidup. Dalam konteks pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan seorang pemimpin, hal ini mengacu pada pentingnya tidak hanya mengajarkan keterampilan teknis dan kemampuan manajemen yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin yang efektif, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai kebajikan universal. Seorang pemimpin yang baik harus mampu membuat keputusan yang tepat berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, yang tidak hanya menguntungkan kelompok mereka, tetapi juga untuk kepentingan yang lebih besar dan bertanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan mereka.

Menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama yang sudah dimiliki sangat penting. Hal ini membantu seseorang untuk memperkuat dan meningkatkan pemahaman mereka tentang topik atau subjek tertentu, mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan analitis, serta mengembangkan pemikiran reflektif yang penting untuk pembelajaran seumur hidup. Ada beberapa poin dalam koneksi antar materi ini yang dapat saya gunakan sebagai acuan dalam menghubungkan materi pada modul 3.1 dengan materi-materi yang telah saya pelajari sebelumnya.

Diskusi dengan rekan CGP dan Pengajar Praktik

Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara didasarkan pada konsep “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani” yang berarti “dari yang paling depan menunjukkan jalan, di tengah menggerakkan, di belakang memberi dukungan”. Berdasarkan filosofi tersebut seorang pemimpin harus bisa menjadi panutan bagi yang dipimpinnya. Di sisi lain pemimpin harus mampu memimpin dan mengarahkan timnya untuk mencapai tujuan bersama dengan mengutamakan kepentingan kelompok/bersama daripada kepentingan individu.

Trilogi Pendidikan KHD

Tokoh lain, Pratap Triloka, adalah seorang filsuf Indonesia yang pemikirannya menekankan bahwa pemimpin harus memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk menyatakan pendapat. Seorang pemimpin harus menjadi “jembatan” antara bawahan dan atasan. Seorang pemimpin harus mampu menghubungkan visi dan tujuan organisasi dengan tujuan individu setiap bawahannya.  Seorang pemimpin harus mempertimbangkan keseimbangan kepentingan dan efek jangka panjang dari setiap keputusan yang diambil. 

Keterkaitan antara kedua filosofi tersebut dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin adalah bahwa seorang pemimpin harus mampu memimpin dan mengarahkan timnya dengan visi yang jelas dan memberikan dukungan penuh agar yang dipimpinnya dapat mencapai tujuan tim. Di sisi lain seorang pemimpin juga harus mampu menciptakan lingkungan yang sehat dan produktif sehingga tim dapat mencapai tujuan.

Dalam pengambilan keputusan, seorang pemimpin harus mampu mempertimbangkan semua kepentingan baik individu maupun kelompok meskipun harus selalu mengutamakan kepentingan bersama. Untuk itu, seorang pemimpin dituntut mampu berkomunikasi dengan baik sehingga dapat memahami pandangan-pandangan individu yang dipimpinnya. Jika seorang pemimpin mampu melakukan hal-hal tersebut maka keputusan yang diambil dapat memenuhi kepentingan bersama dan mendukung pencapaian tujuan organisasi secara efektif.

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri seseorang, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri seseorang memiliki pengaruh besar terhadap prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengambilan suatu keputusan. Nilai-nilai tersebut dapat membentuk pandangan seseorang terhadap dunia, juga sikap dan perilaku seseorang dalam berbagai situasi, termasuk dalam pengambilan keputusan.

Sebagai contoh, seseorang yang memiliki nilai keadilan tinggi akan cenderung mempertimbangkan efek keputusan terhadap berbagai pihak yang terlibat dan mencari solusi yang seadil-adilnya bagi semua pihak. Sementara itu, seseorang yang menjunjung nilai tanggung jawab akan cenderung mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari setiap keputusan yang diambil.

Dalam pengambilan keputusan, nilai-nilai yang tertanam dalam diri seseorang digunakan sebagai dasarnya. Oleh sebab itu, penting bagi seseorang untuk memiliki nilai-nilai yang positif dan sejalan dengan kebajikan universal sehingga setiap keputusan yang diambil merupakan keputusan yang sesuai dengan tujuan organisasi dan membawa dampak yang baik bagi lebih banyak pihak.


Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Materi pengambilan keputusan sangat berkaitan dengan kegiatan coaching, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan. Coaching bertujuan untuk membantu seseorang mengurai permasalahan dan meningkatkan keterampilan dan kemampuannya dalam mengambil keputusan. Dalam coaching seseorang akan diberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mengidentifikasi permasalahannya, memaksimalkan potensi dalam dirinya sehingga akhirnya dapat mengambil keputusan yang tepat. Coaching juga dapat membantu seseorang untuk mengembangkan kemampuan dalam mengelola konflik, memperkuat kemampuan untuk bekerja dalam tim, dan meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi dengan baik.

Diskusi dan Praktik Coaching

Dengan menggabungkan materi pengambilan keputusan dan materi coaching, seseorang dapat memperoleh keterampilan dan kemampuan yang dibutuhkan untuk membuat keputusan efektif dan tepat. Ketepatan pengambilan keputusan akan membantu seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan baik secara personal maupun profesional.

4.      Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan, terutama dalam masalah dilema etika. Dalam situasi dilema etika, seorang guru harus dapat menyeimbangkan antara kepentingan murid dan tanggung jawab profesionalnya sebagai guru, sambil mempertimbangkan dampak dari keputusan yang diambil pada aspek sosial emosional murid.

Seorang guru yang memiliki kemampuan dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosional dapat mengidentifikasi dan memahami kebutuhan dan keinginan murid dengan lebih baik. Hal ini dapat membantu guru dalam membuat keputusan yang lebih bijaksana dan mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat memengaruhi kesejahteraan murid, baik secara akademis maupun sosial emosional. Selain itu juga dapat lebih fleksibel dalam mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat memengaruhi keputusan, dan dapat memilih solusi yang paling sesuai dengan kebutuhan murid.

Beberapa kompetensi sosial emosional yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru adalah kompetensi kesadaran diri (self-awareness), Pengelolaan diri (self-management), kesadaran soial (social awareness), dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills).

kegiatan guru dan murid dalam pesantren kilat sebagai
salah satu bentuk penguatan kompetensi sosial emosional

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika akan kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik karena nilai-nilai tersebut dapat memengaruhi pandangan dan sikap seorang pendidik dalam menyelesaikan masalah moral atau etika. Seorang pendidik yang memiliki nilai-nilai moral dan etika yang baik akan memiliki landasan yang kuat dalam mengambil keputusan moral dan etika yang tepat.

Misalnya saja seorang pendidik yang memiliki nilai-nilai keadilan yang tinggi akan cenderung memilih untuk berbicara jujur meskipun kejujurannya dapat berdampak negatif pada dirinya sendiri atau pihak lain sehingga keputusan dapat diambil dengan adil berdasarkan fakta. Meskipun disisi lain seorang pendidik juga akan mempertimbangkan rasa kasihan terhadap muridnya.

Selain itu, pendidik yang memiliki nilai-nilai moral dan etika yang baik juga dapat membantu dalam membentuk karakter murid. Mengapa demikian? Ketika seorang murid mengalami dilema etika, seorang pendidik yang mengajarkan nilai-nilai moral dan etika dapat membimbing murid tersebut dalam mengambil keputusan yang tepat berdasarkan pada nilai-nilai yang dijunjungnya. Dengan demikian, murid juga akan  memahami pentingnya nilai-nilai moral dan etika dalam pengambilan keputusan, sehingga akan terbentuk karakter murid yang baik.

Jadi pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika sangat penting bagi seorang pendidik, karena hal ini akan membantu membentuk karakter murid dan memperkuat nilai-nilai moral dan etika yang dianut oleh pendidik tersebut.

Diskusi dengan Rekan

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Keputusan yang tepat akan menghindarkan individu atau kelompok dari konflik dan dapat memperkuat hubungan antar individu atau kelompok dalam lingkungan tersebut.

Sebagai contoh, jika seorang kepala sekolah dapat mengambil keputusan yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan antara seorang guru, murid, dan orang tua murid yang tidak terima muridnya dipukul di sekolah, hal itu tentunya dapat membantu menciptakan lingkungan belajar yang lebih nyaman baik bagi murid, guru, maupun stakeholders.

Dalam hal ini, penting untuk menekankan bahwa pengambilan keputusan yang tepat bukan hanya tentang memilih solusi yang paling mudah atau yang paling menguntungkan secara pribadi maupun golongan tertentu misalnya sekolah, namun juga tentang mempertimbangkan dampak keputusan tersebut pada lingkungan sekitar. Oleh sebab itu, setiap individu yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan harus bertanggung jawab dan memiliki kesadaran dan kepekaan individu terhadap nilai-nilai moral dan etika, serta mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan yang baik.

Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Dalam lingkungan saya tantangannya adalah kompleksitas masalah, konflik nilai dan kurangnya SOP.

Yang pertama terkait kompleksitas masalah. Pada kenyataannya kasus-kasus dilema etika seringkali kompleks dan memerlukan pemahaman yang mendalam tentang berbagai faktor yang terlibat, seperti norma dan nilai, peraturan hukum, dan dampak sosial. Sedangkan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah terkadang kurang emmahami berbagai peraturan hukum sehingga memerlukan pencarian informasi terlebih dahulu.

Yang kedua adalah konflik nilai. Dalam kasus dilema etika, seringkali terjadi konflik nilai antara berbagai pihak yang terlibat, seperti orang tua, guru, murid, dan masyarakat dan terkadang pihak-pihak tersebut mengutamakan nilai yang berbeda. Hal ini dapat menyulitkan pengambilan keputusan yang adil dan akurat.

Yang ketiga adalah kurangnya Standar Operasional. Seperti di sekolah kami, sekolah tidak memiliki standar operasional atau pedoman yang jelas untuk menangani kasus-kasus dilema etika, sehingga pengambilan keputusan bisa menjadi subjektif dan tidak konsisten.

Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Ada kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan sekolah, seperti pengenalan pendekatan yang lebih kolaboratif dan partisipatif dalam pengambilan keputusan, dapat membantu mengatasi tantangan-tantangan yang ada. Pendekatan ini melibatkan para pengambil keputusan dengan memperhatikan empat paradigma, tiga prinsip, dan Sembilan langkah pengujian pengambilan keputusan yang secara aktif memberikan ruang bagi siswa, orang tua, dan masyarakat lokal untuk memberikan masukan dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan.

Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Pengambilan keputusan yang tepat dalam pengajaran dapat membantu memerdekakan murid-murid kita. Contohnya dalam memilih metode pembelajaran. Setiap murid memiliki keunikan dan potensi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, sebagai pendidik, kita perlu mampu mengidentifikasi potensi dan kebutuhan masing-masing murid untuk memilih pembelajaran yang tepat dan efektif bagi mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui pengamatan, penilaian, dan komunikasi yang baik dengan murid-murid kita.

Kegiatan Pembelajaran di kelas VIII
 

Misalnya, jika seorang murid cenderung memiliki gaya belajar kinestetik maka akan lebih efektif jika pembelajaran melibatkan aktifitas fisik sehingga mereka merasa senang untuk mencapai tujuan belajarnya. Disisi lain, kita juga harus mempertimbangkan murid lain yang cenderung visual atau audio. Kita bisa menyediakan video, gambar, atau audio. Namun, pengambilan keputusan dalam memilih metode pembelajaran yang tepat juga harus mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zamannya. Kita juga perlu memperhatikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai serta ketersediaan sarana dan prasarana.

Dalam hal ini, penting untuk memperhatikan prinsip pembelajaran yang memerdekakan murid-murid kita. Pembelajaran yang memerdekakan adalah pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada murid untuk mengeksplorasi dan mengembangkan potensi mereka secara mandiri. Oleh karena itu, sebagai pendidik, kita harus memberikan ruang dan kesempatan kepada murid-murid kita untuk mengembangkan potensi mereka secara optimal.

Dalam pengajaran yang memerdekakan, pengambilan keputusan tidak hanya dilakukan oleh pendidik, namun juga oleh murid-murid dalam proses pembelajaran. Guru dapat melakukan praktik pembelajaran berdiferensiasi. Murid-murid diberikan kesempatan untuk memilih dan menentukan jalur pembelajaran mereka sendiri sesuai dengan minat, kebutuhan, dan potensi masing-masing. Dalam hal ini, pendidik berperan sebagai fasilitator dan pembimbing dalam proses pembelajaran.

Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Seorang pemimpin pembelajaran memiliki peran penting dalam mengambil keputusan yang dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya. Keputusan yang diambil oleh seorang pemimpin pembelajaran dapat membentuk lingkungan belajar yang positif, memfasilitasi pembelajaran yang efektif, serta mengembangkan potensi dan karakteristik masing-masing murid.

Sebagai contoh, jika seorang pemimpin pembelajaran memilih kurikulum yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan murid-murid, maka murid-murid akan mendapatkan pengalaman belajar yang relevan dan membangun pengetahuan serta keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan mereka. Selain itu, pemilihan metode pembelajaran yang tepat juga dapat membantu murid-murid dalam mengembangkan keterampilan abad 21 yaitu 4C (Critical Thinking, Communication, Collaboration, Creativity).

Selain itu dalam hal penilaian, keputusan-keputusan yang diambil juga dapat mempengaruhi kehidupan dan masa depan murid-murid. Penilaian yang adil dapat membantu murid-murid dalam mengembangkan potensi dan keterampilan mereka, serta mempersiapkan mereka untuk menghadapi masa depan yang lebih baik begitupun sebaliknya.

Oleh karena itu, seorang pemimpin pembelajaran harus memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan yang tepat, objektif, dan bertanggung jawab terhadap kepentingan murid-murid. Pemimpin pembelajaran juga perlu memahami karakteristik dan kebutuhan murid-murid, serta lingkungan sosial dan budaya mereka.

Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin sangat penting dalam coaching untuk supervisi akademik, pembelajaran sosial emosional, pembelajaran berdiferensiasi, budaya positif, dan filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Seorang pemimpin yang menerapkan pengambilan keputusan berbasis nilai akan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil di sekolah dilakukan dengan adil, berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan seperti integritas, tanggung jawab, kejujuran, kepedulian, toleransi, dan empati. Penerapan pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan dalam coaching akan membantu memastikan bahwa setiap siswa dan guru diperlakukan secara adil, setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang, dan budaya positif terbentuk dan dipertahankan di lingkungan sekolah. Selain itu, pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan juga sejalan dengan filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara, yang menekankan pentingnya pendidikan yang holistik dan berbasis karakter.

Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Dilema etika adalah keadaan dimana kita harus memilih antara dua nilai kebajikan yang saling bertentangan akan tetapi kedua nilai tersbeut sama-sama benar. Sedangkan bujukan moral adalah tekanan atau dorongan yang diberikan oleh orang lain untuk melanggar prinsip moral atau etika yang dimiliki.

Secara umum ada paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini:

1. Individu lawan kelompok (individual vs community)

2. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

3. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)

4. Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Ada 3 prinsip pengambilan keputusan yaitu:

  1. Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking) – Melakukan demi kebaikan orang banyak. Fokus untuk mencapai kebaikan terbesar untuk jumlah orang terbanyak. Berbasis utilitarianism. Menguji konsekuensi dari keputusan dengan memperkirakan hasil yang diberikan untuk memberikan hasil terbaik pada orang terbanyak. Berbasis pada kepentingan kelompok bukan individu. Kritiknya: manusia tidak bisa memprediksi kensekuensi dari perbuatannya secara tepat.
  2. Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)-menjunjung tinggi prinsip dan nilai. Prinsip deontologis, berpusat pada apa tugas/kewajiban kita. Seseorang bertindak sesuai peraturan dan berharap orang lain ebrtindak sesuai dirinya. Kritiknya: prinsip ini kaku dan mengabaikan keberagaman individualitas manusia.
  3. Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)- Melakukan apa yang anda harapkan orang lain akan lakukan pada anda. Memberikan Batasan-batasan pada Tindakan kita dan tetap mementingkan pihak lain. Kritiknya: prinsip ini tidak memberikan pilihan khusus atau menunjang nilai-nilai kebajikan.

Disamping itu dalam pengambilan keputusan juga seharusnya dilakukan 9 langkah pengujian yaitu mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan; menentukan siapa yang terlibat dalam situasi tersebut; mengumpulkan fakta-fakta yang relevan; pengujian benar atau salah dengan uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji publikasi, dan uji panutan; pengujian paradigma benar lawan benar; melakukan prinsip resolusi; investigasi opsi trilemma; buat keputusan; lihat lagi keputusan dan refleksikan.

Yang diluar dugaan ternyata pada beberapa situasi dan kondisi, keputusan harus diambil dibawah beberapa peraturan perundang-undangan terlepas tahu atau tidaknya pihak sekolah tentang eksistensi undang-undang tersebut. Sehingga seorang pengambil keputusan haruslah berwawasan luas dan memiliki nilai-nilai kebajikan yang kuat dalam dirinya.

 

Penguatan Praktik Coaching

Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Pernah berada dalam situasi dilema etika terkait dengan murid saya yang sering terlambat bahkan tidak masuk sekolah. Pada saat itu saya mengambil keputusan setelah menggali informasi dari murid yang bersangkutan dan mengedepankan rasa kasih sayang saya sebagai seorang guru. Bedanya setelah mempelajari modul ini adalah seharusnya saya bisa mencari alternatif solusi dengan melibatkan pihak terkait. Kemudian juga seharusnya saya melakukan beberapa langkah pengujian. Karena biar bagaimanapun sering tidak masuk sekolah merupakan kegiatan yang melanggar peraturan dan merupakan bujukan moral bagi murid tersebuts ehingga harus dituntaskan dulu kasus bujukan moralnya.

Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Sebelum mempelajari modul, pengambilan keputusan saya lebih banyak berdasarkan pada prinsip Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking) akan tetapi setelah mempelajari modul ini nantinya saya akan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Kehati-hatian tersebut bisa diwujudkand engan mengikuti 9 langkah pengujian pengambilan keputusan dengan emmpertimbangkan 4 paradigma dilemma etika dan 3 prinsip pengambilan keputusan. Meski tidak ada keputusan yang sepenuhnya benar atau sepenuhnya salah dalam kasus dilemma etika, tapi pengambilan keputusan dalam kasus dilemma etika cukup sulit. Beberapa tantangan atau halangan juga pasti ada di lapangan sehingga sebagais eorang pemimpin pembelajaran saya harus tetap berpegang pada nilai-nilai kebajikan.

Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Mempelajari modul pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin ini sangat penting bagi saya sebagai individu maupun seorang pemimpin. Pasalnya dalam kehidupan sehari-haripun sebagai individu seringkali dihadapkan pada situasi yang membutuhkan pengambilan keputusan. Dalam memilih antara dua pilihan, individu dapat mempertimbangkan nilai-nilai kebajikan untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil sesuai dengan nilai-nilai positif yang diyakini. Ketika individu membuat keputusan yang berdasarkan pada nilai-nilai kebajikan, mereka menunjukkan kepada orang lain bahwa mereka adalah orang yang dapat dipercaya dan menghargai nilai-nilai positif. Dengan mempertimbangkan nilai-nilai kebajikan dalam keputusan yang diambil, individu dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk berempati dan berkomunikasi dengan orang lain dengan lebih baik.

Sedangkan sebagai seorang pemimpin, materi ini tentu juga sangat penting. Seorang pemimpin sering kali harus mengambil keputusan yang memiliki dampak jangka panjang dan memengaruhi banyak orang. Selain membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat, tetapi juga membantu membangun budaya organisasi yang positif dan memberikan contoh yang baik bagi anggota tim.

Kegiatan Lokakarya 4 Penguatan Praktik Coaching

Education is the art of making man ethical. 
 Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis. 

 ~ Georg Wilhelm Friedrich Hegel ~

Kutipan tersebut mengajarkan bahwa pendidikan tidak hanya membantu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan teknis seseorang, tetapi juga membentuk karakter dan perilaku yang baik. Jadi, ketika mempelajari pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin, penting untuk belajar nilai-nilai moral yang diperlukan dalam membuat keputusan yang tepat dan bertanggung jawab. Menjunjung tinggi nilai-nilai kebajikan dapat membantu seseorang untuk menjadi seorang pemimpin yang etis dan ebrtanggung jawab. 

Mari bersama wujudkan Merdeka Belajar.

Salam.

Putri Martya


  

Sunday, March 26, 2023

Koneksi Antar Materi Modul "Coaching untuk Supervisi Akademik"

 

Salam Guru Penggerak.
 

“Kreativitas adalah tentang membuat hubungan antara satu hal dengan hal lainnya. Ketika Anda bertanya pada orang-orang kreatif bagaimana mereka melakukan sesuatu, yang mereka lakukan adalah melihat hubungan antara berbagai pengalaman dan merumuskan hal baru.”

– Steve Jobs –

 

ruang kolaborasi II

Merupakan pengalaman yang luar biasa bagi saya ketika belajar tentang coaching pada modul 2.3. Bagaimana tidak, dulu saya berpikir bahwa coaching selalu berakhir dengan peningkatan kinerja atau dengan mendapatkan solusi dari permasalahan-permasalahan yang ada. Akan tetapi setelah belajar coaching pada eksplorasi konsep, diskusi dengan rekan CGP, dan juga elaborasi pemahaman dengan Pak Jacob Win selaku instruktur coaching untuk supervise akademik, saya mendapatkan pengetahuan baru bahwa coaching adalah kegiatan dimana coach dan coachee  berbicara untuk menguraikan permasalahan coachee. Dan dalam prosesnya posisi coach dan coachee adalah setara karena salah satu prinsip coaching adalah kemitraan. Coaching fokus pada tujuan bukan pada permasalahan.

 

Paradigma berpikir coaching adalah fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, mampu melihat peluang baru dan masa depan.

 

praktik coaching dengan skenario observer, coach, dan coachee




Saya memang sudah sering mendengarkan kata coaching tapi sering mendengar bukan berarti memahami. 

Ada tiga kompetensi inti dalam coaching  yaitu kehadiran penuh (presence), mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot. 

Ketika membacanya saja saya sudah merasa ini akan lumayan sulit, dan ketika di praktikkan ternyata lebih sulit lagi. Dalam proses praktik yang pertama dengan rekan CGP di gmeet itu rasanya seperti “Oke aku akan coba yang terbaik versi aku.”. Sedangkan di praktik yang kedua, yang dilihat teman-teman sekelas dan fasilitator, perasaannya beda. “Aku bisa nggak ya?” “Nanti sesuai nggak ya?” “Eh, teman-teman ini biasanya pada jago nih”. Pikiran-pikiran itu berputar-putar seakan malah menciutkan nyali sendiri. Dan benar pada saat praktik coaching masih ada yang kelewatan meskipun saya berusaha sebaik mungkin. Dalam proses ini saya menyadari kesalahan saya dimana sehingga ada hal yang terlewat tersebut. Saya terlalu sibuk mengejar coachee dengan pertanyaan berbobot sehingga saya lupa menandai dalam catatan saya mana yang belum saya tanyakan. Padahal dalam catatan saya, sudah tertulis garis besar pertanyaan yang tidak boleh terlewatkan seperti “tujuan coaching hari ini?”, “hambatannya apa?”, “potensi yang bisa digunakan apa?”, “kapan rencana tersbeut di lakukan?”, “mulai kapan?”, “siapa yang bertanggung jawab?”, “apa yang akan dilakukan jika tidak berhasil?” dll. Setelah proses belajar modul 2.3 sampai kegiatan elaborasi konsep saya semakin yakin bahwa keterampilan coaching ini tidaklah di dapat secara instan, keterampilan akan meningkat seiring banyaknya jam terbang.

 

elaborasi materi modul 2.3

Kegiatan bersama yang terakhir dalam setiap modul adalah kegiatan elaborasi materi. Dalam elaborasi materi dengan instruktur ini saya juga mendapatkan hal yang baru. Ketika kegiatan sebelumnya dalam ruang kolaborasi praktik coaching dan praktik coaching untuk kegiatan demonstrasi kontektual saya masih menyebut diri saya sebagai coach atau coachee akan tetapi dalam elaborasi pemahaman saya mendapatkan hal baru bahwa dalam prinsip kemitraan ketika kita masih menyebut coach atau coachee  masih terasa tidak setara, sehingga perlu untuk memberikan suasana kesetaraan dengan atribut panggilan yang setara seperti saling memanggil “kak”.

Ada tiga tahapan dalam coaching yaitu pra-observasi, observasi, dan pasca observasi.

 Ketika instruktur menjelaskan tentang coaching dalam supervisi ademik, saya merasakan atmosfir yang berbeda. Salah satunya saya kira karena sayalah yang kebetulan dijadikan “objek” dalam praktiknya oleh Kak Jacob. Dalam kegiatan pra-observasi saya ditanya-tanya oleh Kak Jacob tentang kompetensi apa dalam diri saya yang ingin di observasi secara mendalam dari ketiga kompetensi inti coaching, kemudian kenapa saya memilih itu, dan apa indikator keberhasilan saya dalam kompetensi itu. Secara pribadi saya dan rekan sekelompok saya Bu Umi dan Bu Misnah sudah melakukan kegiatan pra-observasi ini dalam praktik demontrasi kontekstual kami tetapi rasanya berbeda sekali ketika praktik dengan Kak Jacob. Memang benar, pengalaman dan jam terbang pada suatu “hal” akan membuat keterampilan kita semakin baik. Ketika dengan Kak Jacob saya merasa kegiatan ini smooth sekali seperti ngobrol biasa sedangkan ketika saya dan rekan kelompok praktik rasanya seperti masih ada yang mengganjal dalam hati.

Ketika kak Jacob melakukan tahapan pasca-observasi pada saya di ruang gmeet elaborasi materi saya sadar bahwa ada beberapa poin penting yang ternyata belum saya dan teman sekelompok saya lakukan dalam kegiatan pasca observasi. Dalam praktik demonstrasi kontekstual saya hanya terpaku pada pertanyaan-pertanyaan yang akan masuk penilaian rubrik penilaian yang ada di LMS. Jadi saya dan teman-teman kelompok hanya menanyakan pada teman yang berperan sebagai coach tentang “menurutnya bagaimana praktik coaching tadi? Apakah sudah sesuai?”, menyampaikan hasil observasi, lalu menanyakan “kompetensi apalagi yang ingin dikembangkan.”  Jadi setelah elaborasi pemahaman, saya merasa lebih nyaman ketika observernya (Kak Jacob) mengatakan “bolehkah saya menyampaikan hasil observasi saya?” ketika akan emnyampaikan hasil observasinya. Itu terkesan lebih setara bagi saya. Dalam penyampaian observasi pun ternyata seharusnya urutannya adalah dari ‘apa yang sudah selaras dengan kompetensi yang ingin dikembangkan, apa yang melebihi kompetensi, baru menyampaikan apa yang kurang.” Dalam menyampaikan kekurangan pun observer harus menyertakan bukti yang jelas berdasarkan fakta ketika observasi misalnya menyebutkan jam dan menitnya kemudian apa yang dikatakan oleh coach. Hal-hal itulah yang nantinya akan saya praktikkan dalam kegiatan-kegiatan coaching  yang akan saya lakukan nanti.

 

Bagaimana peran Anda sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi?

Sebagai seorang guru penggerak, peran saya sebagai seorang coach di sekolah adalah menemani rekan sejawat berbincang tentang permasalahan mereka sehingga benang-benang kusut yang ada dapat terurai. Berharap dengan peroses itu maka bersama-sama kami akan dapat mengembangkan keterampilan dalam mengajar dan meningkatkan pembelajaran di kelas maupun sekolah. Hal ini berkaitan dengan materi sebelumnya di paket modul 2, yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi, karena sebagai seorang coach, dengan kegiatan coaching untuk supervisi akademik saya berharap dapat dapat membantu memaksimalkan potensi-potensi rekan sejawat di sekolah. Dengan memaksimalkan potensi yang ada maka diharapkan kami dapat menerapkan strategi pembelajaran yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan murid yang beragam, serta membantu rekan sejawat dalam membangun lingkungan kelas yang inklusif dan memperhatikan aspek sosial dan emosi murid. Hal ini akan membantu murid untuk merasa lebih nyaman dan terlibat dalam proses pembelajaran, sehingga mereka dapat belajar dengan lebih efektif.

Selain itu, saya juga dapat membantu rekan sejawat dalam mengidentifikasi kebutuhan murid yang berbeda dan memberikan saran untuk mengatasi tantangan pembelajaran yang mereka hadapi.

Selain membantu rekan sejawat, saya juga dapat menjadi coach bagi murid. Saya dapat membantu murid untuk mencapai tujuan mereka. Dalam kegiatan coaching saya dapat membantu dalam mengembangkan keterampilan sosial dan emosional mereka, seperti pengaturan emosi, kerja sama, dan komunikasi. Dengan begitu diharapkan saya dapat membantu murid untuk meraih potensi akademik dan pribadi mereka secara penuh. 

Keterampilan coaching yang diperlukan termasuk mendengarkan dengan aktif, memberikan umpan balik yang konstruktif, dan membantu rekan dalam merencanakan dan melaksanakan tindakan perbaikan. Semua keterampilan ini sangat penting dalam membantu rekan sejawat dalam meningkatkan keterampilan mengajar dan meningkatkan hasil pembelajaran murid. Selain itu, sebagai seorang coach, saya dapat memfasilitasi diskusi reflektif dan kolaboratif di antara rekan sejawat untuk meningkatkan keterampilan mereka dalam mengajar.

 

Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran?

Keterampilan coaching sangat terkait dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Dalam praktiknya seorang pemimpin pembelajaran yang baik harus mampu menjadi seorang coach yang efektif dalam membantu rekan sejawat dan murid untuk mencapai tujuan pembelajaran mereka.

Keterampilan coaching yang dapat membantu seorang pemimpin pembelajaran dalam pengembangan kompetensi meliputi kemampuan mendengarkan aktif, memberikan umpan balik yang efektif, mengajukan pertanyaan yang tepat, dan memotivasi serta memberikan dukungan kepada rekan sejawat dan murid. Dengan memiliki kemampuan-kemampuan tersebut, seorang pemimpin pembelajaran dapat memahami kebutuhan dan harapan dari rekan dan murid, memberikan bimbingan dan dukungan yang tepat, serta membantu mereka mencapai tujuan pembelajaran.

Dengan mengembangkan keterampilan coaching, seorang pemimpin pembelajaran dapat membantu rekan sejawat untuk meningkatkan kinerja mereka dan mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Selain itu, seorang pemimpin pembelajaran yang efektif juga dapat menciptakan budaya kerja yang positif dan mendukung untuk guru dan staf pendidikan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas mereka.

 

Mari bergerak untuk kemajuan pendidikan.

 

Friday, March 10, 2023

Refleksi Modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional

 Salam Guru Penggerak.

Kegiatan pendidikan guru penggerak angkatan 7 sudah sampai pada modul 2.3. Sebelum belajar modul 2.3 saya menuliskan refleksi modul 2.2 dengan model 4P yaitu Peristiwa, Perasaan, Pembelajaran, dan Penerapan. 

Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang terkoordinasi antara berbagai pihak dalam komunitas sekolah yang bertujuan untuk mendorong perkembangan anak secara positif. Integrasi PSE di kelas tidak hanya dapat meningkatkan pencapaian akademik, namun juga memberikan pondasi yang kuat bagi murid untuk sukses dalam berbagai area kehidupan mereka di luar akademik, termasuk kesejahteraan psikologis secara optimal.

Ada beberapa teknik yang dapat diterapkan salah satunya adalah teknik STOP (Stop, Take a breath, Observe, Proceed). Saat pertama melaksanakan teknik STOP, murid saya ada yang tertawa dan tetap tidak fokus, ada juga murid lain yang benar-benar mengikuti dan fokus pada instruksi saya. Setelah itu, dalam kegiatan inti saya meminta murid untuk berdiskusi dan mempresentasikan hasil diskusinya untuk menumbuhkan kesadaran sosial dan keterampilan berelasi mereka. Di akhir pembelajaran juga saya meminta mereka untuk mengisi refleksi dan umpan balik terhadap presentasi dan hasil karya temannya sebagai upaya untuk menumbuhkan kesadaran dirinya.

Murid sedang menempelkan hasil karyanya


1.      Apa yang  Bapak/Ibu lihat dalam proses tersebut?  (Peristiwa)

Dalam proses tersebut, terlihat bahwa beberapa murid mungkin tidak sepenuhnya terlibat dan membutuhkan lebih banyak dukungan dan bimbingan. Namun, beberapa murid lainnya dapat berpartisipasi dengan aktif dan fokus pada instruksi. Murid-murid yang dapat fokus tersebut setelahnya berada pada kesadaran penuhnya untuk mengikuti kegiatan selanjutnya dalam proses pembelajaran. Selain itu, diskusi dan presentasi juga membantu meningkatkan keterampilan sosial dan berelasi di antara para murid. Tentu saja sebagai seorang guru saya harus dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif bagi mereka agar tercipta well-being.

 

2.      Apa yang Bapak/Ibu rasakan sehubungan dengan proses yang Anda alami? (Perasaan)

Sebagai guru sudah biasa rasanya merasakan berbagai macam perasaan jika menghadapi murid-murid. Ketika belajar pembelajaran sosial emosional di modul 2.2 saya merasa senang karena mendapatkan hal baru. Sedangkan dalam praktiknya terkadang tidak semudah memahami teorinya. Sehubungan dengan proses tersebut saya merasa senang dan bangga melihat beberapa murid yang aktif berpartisipasi dan terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Di sisi lain, sejujurnya ada sedikit kecewa terhadap beberapa murid yang tidak sepenuhnya terlibat dan tidak memperhatikan instruksi. Terkadang juga saya merasa frustasi dan kebingungan memikirkan bagaimana caranya agar mereka semua terpenuhi kebutuhan belajarnya sehingga tercapai tujuan belajarnya.

 

3.      Apa  hal yang bermanfaat dari proses tersebut? (Pembelajaran)

Dari praktik pembelajaran sosial emosional tersebut memungkinkan para murid untuk mempraktikkan keterampilan sosial dan berelasi, mempromosikan kesadaran diri dan kesadaran sosial, serta membantu membangun kemampuan berbicara di depan umum. Bagi saya seorang guru, proses tersebut juga merupakan tempat bertumbuh, dari berbagai respon anak-anak saya juga belajar manajemen diri, keterampilan sosial, keteramilan berelasi dan juga pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

4.      Apa umpan balik yang Anda dapatkan? (Pembelajaran)

Dalam praktik pembelajaran, perlu adanya variasi dalam penerapan teknik-teknik yang dapat digunakan ddi dalam kelas. Guru dapat menyesuaikan Teknik yang digunakan dengan kompetensi sosial emosional yang ingin ditumbuhkan selama proses pembelajaran. Jika satu Teknik atau satu cara kurang tepat maka dapat mencoba Teknik lain dalam kegiatan selanjutnya.

 5.      Apa yang ingin Anda perbaiki atau tingkatkan agar ini berdampak lebih luas? (Penerapan)

Untuk meningkatkan dampaknya, saya dapat mencoba mengintegrasikan lebih banyak teknik pembelajaran sosial emosional ke dalam praktik pembelajaran sehari-hari, seperti teknik meditasi atau permainan peran. Saya juga dapat memberikan lebih banyak dukungan dan bimbingan kepada para murid yang membutuhkan, serta memastikan bahwa kegiatan pembelajaran difasilitasi dengan cara yang positif dan terstruktur untuk meningkatkan partisipasi dan keterlibatan murid secara keseluruhan.

“Jarak antara cita-cita dan kenyataan adalah aksi nyata” 
- Anonim -



Wednesday, February 22, 2023

Koneksi Antar Materi Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

Salam Guru Penggerak. 

Pembelajaran berdiferansiasi digadang-gadang dapat membantu murid untuk mencapai tujuan belajarnya, jadi tidak ada lagi murid yang tidak mencapai tujuan belajarnya. Lalu apakah demikian? Apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi? Bagaimana guru menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas? 

 Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. (Tomlinson, 1999:14) 

Pembelajaran berdiferensiasi merupakan keputusan-keputusan yang di ambil oleh seorang guru berdasarkan kebutuhan murid dan bagaimana guru tersebut merespon kebutuhan muridnya. Pembelajaran berdiferensiasi adalah strategi pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan murid untuk membantu murid mencapai tujuan belajar. Seorang guru harus memperhatikan berbagai aspek agar pembelajaran berdiferensiasi dapat diterapkan seperti tujuan pembelajaran yang jelas, bagaimana menanggapi dan merespon kebutuhan belajar muridnya, bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang dapat menumbuhkan keinginan murid untuk belajar dan mencapai tujuannya, manajemen kelas yang efektif, dan penilaian berkelanjutan. 

Bersama Kepala Sekolah dan murid setelah menari Manasai


Pembelajaran diferensiasi tidak bisa dilakukan begitu saja, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh guru. Karena pembelajaran berdiferensiasi mengacu pada pemenuhan kebutuhan belajar murid maka guru terlebih dahulu harus memetakan kebutuhan belajar murid-muridnya. 

Ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh guru terkait kebutuhan belajar murid yaitu kesiapan belajar, minat murid, dan profil belajar murid. 

Setiap murid mempunyai kesiapan yang berbeda sebelum mengikuti kegiatan pembelajaran. Kesiapan Belajar (Readiness) ini terkait dengan kesiapan untuk mempelajari materi atau konsep baru. Kesiapan belajar ini penting untuk di identifikasi karena dengan mempertimbangkan kesiapan belajar dapat membantu murid untuk menguasai materi/atau keterampilan baru, tentu saja dengan dukungan lingkungan belajar yang positif. 

Selain kesiapan, minat murid juga berbeda. Lalu apakah guru tidak dapat membuat murid berminat dalam belajar? Tentu saja bisa. Akan tetapi guru hanya dapat menciptakan minat situasional dalam kelas. Minat situasional adalah minat seseorang yang berkembang atau muncul sebagai hasil dari situasi tertentu. Ini adalah minat yang tidak stabil dan tidak bersifat permanen. Minat situasional dapat timbul sebagai hasil dari kegiatan atau proyek yang sedang dilakukan, dan dapat berubah atau hilang setelah situasi berubah. Jadi seorang guru dapat menumbuhkan minat situasional dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Sedangkan minat yang konsisten dan permanen adalah minat individu yang berkembang dari dalam diri individu dan mempengaruhi identitas kepribadian mereka. Seorang guru harus memahami kedua jenis minat ini agar dapat menentukan cara terbaik untuk memfasilitasi dan meningkatkan minat seseorang dalam bidang tertentu. 

Hal terakhir terkait kebutuhan belajar murid yang harus diperhatikan adalah profil belajarnya. Profil belajar murid adalah deskripsi dari gaya belajar, preferensi, dan kemampuan murid dalam proses belajar. Ini termasuk informasi tentang bagaimana mereka menyerap, memahami, dan mengaplikasikan informasi baru. Jadi dengan memperhatikan profil belajar murid, seorang guru diharapkan mampu memberikan kesempatan pada murid untuk belajar secara alami dan efisien sehingga dapat memenuhi kebutuhan belajarnya.

Seorang guru dapat melakukan berbagai cara untuk mengetahui kebutuhan belajar muridnya. Bisa saja dengan bertanya langsung pada murid-murid tentang apa yang mereka sukai, apa yang mereka inginkan dalam belajar, bagaimana cara mereka belajar, apa yang mereka ketahui tentang materi yang akan di pelajari dan lain-lain. Bisa saja dengan memberikan angket terkait gaya belajar mereka, atau melakukan asesmen diagnostik awal. Yang saya lakukan untuk mengetahui profil belajar dan minat murid adalah dengan memberikan mereka angket. Ada banyak contoh angket yang bisa gunakan. Untuk tes diagnostik awal dapat dilaksanakan ketika penerimaan murid baru sehingga di awal semester semua guru sudah mendapatkan data tentang profil belajar murid sehingga guru dapat menyesuaiakn pembelajarannya. Setelah mengidentifikasi kebutuhan belajarnya, seorang guru dapat memetakan murid-muridnya. 
Murid mengisi angket gaya belajar

Sebagai manusia kita punya kecenderungan untuk lebih baik dalam melakukan segala sesuatu tersebut sesuai dengan diri kita, begitu juga dengan murid kita. Mereka dapat belajar lebih maksimal jika kegiatan pembelajarannya terkait dengan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya, memicu rasa ingin tahu mereka tapi tetap memberikan mereka kesempatan untuk melakukan apa yang mereka sukai. 


Bagaimana pembelajaran berdiferensiasi dapat memenuhi kebutuhan belajar murid dan membantu mencapai hasil belajar yang optimal? Guru dapat menyesuaikan kebutuhan murid dengan model dan metode pembelajarannya. 

Ada tiga jenis diferensiasi yang dapat digunakan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran yaitu differensiasi konten, differensiasi proses, dan diferensiasi produk. 


Dalam diferensiasi konten guru dapat menyediakan berbagai macam sumber yang dapat di akses oleh murid sesuai dengan kebutuhan belajarnya misalnya dalam bentuk teks, video, atau cerita bergambar. Dalam pembelajaran Bahasa dengan materi teks Deskriptif, guru dapat menyediakan materi dalam bentuk tulis ataupun video. Selain itu guru juga dapat memvariasikan bentuk teks deskriptif dalam level kesulitan kosakata dan tata bahasa sesuai dengan kebutuhan murid. Untuk murid yang pengetahuan awalnya baik maka guru dapat memebrikan teks deskriptif dengan tingkat yang lebih sulit, sedangkan untuk murid yang kurang dapat diberikan teks dengan kosakata yang lebih mudah. 

Sedangkan diferensiasi proses dapat dilakukan untuk mengakomodir perspektif belajar murid yang beragam. Ada murid yang mempunyai kesiapan belajar baik sehingga memerlukan sedikit tuntunan saja, ada juga murid yang kesiapan belajarnya kurang baiks ehingga memerlukan lebih banyak tuntunan dari guru salam proses belajarnya. Dalam hal lain ada murid yang cepat ada juga yang lambat dalam belajar sehingga guru perlu memberikan variasi waktu penyelesaian tugas. Guru juga dapat mengembangkan kegiatan bervariasi yang mengakomodasi berbagai gaya belajar. Misalnya saja untuk murid yang gaya belajarnya kinestetik guru perlu menyediakan kegiatan yang memerlukan aktivitas gerak, sedangkan untuk murid visual guru memberikan kegiatan yang menarik mereka secara visual. 
Proses belajar murid sesuai kebutuhannya

Dalam kegiatan pembelajaran murid memahami materi secara berkelompok


Kegiatan pembelajaran selalu mempunyai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Ada sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang ingin dicapai. Untuk mencapai suatu keterampilan, guru dapat memvariasikan “produk” dalam kegiatan belajarnya. Misalnya saja untuk pelajaran Bahasa dengan materi Teks Deskriptif, guru dapat memvariasikan tugas muridnya dalam berbagai bentuk misalnya “menulis cerita deskripsi” bagi murid yang suka menulis, “membuat video mendeskripsikan sesuatu” untuk murid yang audio visual, bahkan “membuat vlog tentang suatu tempat” untuk murid yang kinestetik dan membutuhkan pelibatan aktivitas gerak dalam tugasnya. Murid dapat memilih untuk membuat produk yang mana guna menerapkan pengetahuan yang didapatnya dari kegiatan pembelajaran dengan materi Teks Deskriptif. 
Murid dapat membuat produk sesuai minatnya



Lalu apakah semua harus dilakukan? Bisakah semua itu diterapkan? Semua tergantung pada Bapak/Ibu guru dan kebutuhan belajar muridnya. Guru bisa saja hanya menerapkan diferensiasi konten, proses, atau produknya saja atau dua diantara tiga atau bahkan ketiganya. Bapak/Ibu guru sendiri yang dapat memutuskannya setelah emngidentifikasi kebutuhan murid. Dengan mempertimbangkan kebutuhan murid tersebut dan menindaklanjutinya dalam kegiatan pembelajaran berdiferensaisi diharapkan murid mendapatkan hasil belajar yang optimal. 

Kegiatan pembelajaran berdiferensiasi ini sejalan dengan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara bahwa guru hanya menuntun tumbuh kembang anak yang mempunyai keunikan beragam sesuai kodratnya. Selain itu, menyesuaikan kegiatan pembelajaran dengan kebutuhan anak juga sesuai dengan pemikiran KHD bahwa kegiatan pembelajaran harus berpusat pada anak. Dalam kegiatan pembelajaran berdiferensiasi anak mendapatkan kemerdekaannya dalam belajar, mereka dapat belajar sesuai dengan gaya belajar, minat dan juga profil belajarnya masing-masing. 


Melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi dapat menjadi salah satu cara untuk menjalankan peran guru penggerak yaitu menjadi pemimpin pembelajaran dan mewujudkan kepemimpinan murid (student agency). Selain itu dalam pembelajaran berdiferensaisi ini guru juga menerapkan nilai dirinya sebagai guru penggerak yaitu selalu berpihak pada murid, inovatif, dan reflektif. Jika dapat menjalankan peran dan nilai tersebut maka diharapkan semua kebutuhan belajar murid dapat terpenuhi. 

Pembelajaran berdiferensiasi membuat murid menggali potensi yang ada dalam dirinya sehingga tercapai tujuan belajarnya. Dalam kegiatan pembelajaran berdiferensiasi guru menghargai keberagaman murid sehingga murid akan terpenuhi kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima, kesenangan, penguasaan, dan juga kebebasan. Terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tersebut akan menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri murid untuk mencapai tujuan belajarnya. Pada akhirnya hal-hal tersebut dapat menumbuhkan disiplin positif dalam diri murid. 

Memang “tak ada gading yang tak retak” tapi sebagai guru sudah seharusnya kita berusaha untuk selalu memperbaiki kegiatan pembelajaran kita. Sebagai guru teruslah berusaha untuk emmenuhi kebutuhan belajar murid-murid seperti yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara “Serupa seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu, jenis-jenisnya, keindahan ukiran, dan cara-cara mengukirnya. Seperti itulah seorang guru seharusnya memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik, Bedanya, Guru mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin.” 

Salam Merdeka Belajar.

Wednesday, December 21, 2022

Refleksi Modul 1.4 Budaya Positif

Selamat siang…

Salam Guru Penggerak.

Kali ini saya akan menuliskan refleksi setelah mempelajari modul 1.4 dari pendidikan guru penggerak yaitu terkait dengan budaya positif. Refleksi ini saya tulis dengan model Model 5: Connection, challenge, concept, change (4C). Model ini dikembangkan oleh Ritchhart, Church dan Morrison (2011). Model ini cocok untuk digunakan dalam merefleksikan materi pembelajaran.

 

Bersama murid-murid di halaman sekolah

Ada beberapa pertanyaan yang digunakan dalam refleksi model 4C ini yaitu:

1) Connection: Apa keterkaitan materi yang didapat dengan peran Anda sebagai Calon Guru Penggerak?

Dalam modul 1.4 ini ada beberapa konsep yang dipelajari yaitu disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Dari modul 1.4 ini saya mendapat ilmu baru bahwa memberikan penghargaan kepada murid memberikan efek yang negatif juga pada murid, efek yang hamper sama dengan efek dari memberikan hukuman. Hal tersebut sedikit mengejutkan buat saya, karena dalam praktiknya selama ini saya sering memberikan penghargaan pada murid-murid saya. Begitupun juga dengan posisi kontrol yang harus diambil olehs eorang guru untuk dapat menumbuhkan kebiasaan positif murid, saya baru mengetahui ada 5 macam posisi berdasarkan teori. Materi tentang budaya positif ini saya rasa sangat relevan dengan peran saya sebagai guru penggerak kedepannya. Dengan mempelajari tentang bagaimana menciptakan lingkungan yang positif untuk menumbuhkan budaya positif saya merasa bahagia karena mendapat pencerahan tentang praktik-praktik apa yang harus saya lakukan untuk merubah paradigma yang kurang tepat selama ini. Kedepannya sebagai guru penggerak saya dituntut untuk menjalankan 5 peran yaitu sebagai pemimpin pembelajaran, coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi, mendorong kepemimpinan murid (student agency), dan menggerakkan komunitas praktisi. Materi dalam modul 1.4 budaya positif ini akan sangat membantu saya dalam menjalankan peran mewujudkan kepemimpinan murid (student agency).

 

Murid SMPN Satap 3 Hanau ketika apel pagi

2) Challenge: Adakah ide, materi atau pendapat dari narasumber yang berbeda dari praktik yang Anda jalankan selama ini?

Beberapa ide memang berbeda dari praktik yang saya lakukan selama ini. Salah satunya adalah materi tentang posisi kontrol guru. Dalam praktiknya selama ini saya lebih banyak menjalankan perans ebagai teman untuk murid saya,s edangkan dalam teorinya seharusnya seorang guru mengambil peran sebagai manager bagi muridnya. Mengambil peran sebagai teman bukanlah hal yang buruk akan tetapi dalam jangka panjang akan membuat murid bergantung pada guru. Sedangkan posisi kontrol manager dapat menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri murid, juga dapat menumbuhkan kemandirian dan tanggup jawab dalam diri murid.

Yang kedua, selama ini saya sering memberikan penghargaan kepada murid saya entah dalam bentuk pujian maupun imbalan seperti hadiah-hadiah. Saya beranggapan bahwa itu akan emmbuat mereka senang dan bersemangat untuk belajar lebih giat. Akan tetapi berdasarkan teorinya, justru penghargaan ini akan memberikan dampak yang negatif pada murid. Penghargaan juga bahkan dapat menjadi sebuah hukuman, dapat membunuh kreatifitas, dan juga menurunkan kualitas murid itu sendiri. Ketika mengetahui ini tentu saja saya sedih. Apa yang sudah saya lakukan selama ini ternyata akan memberikan dampak yang buruk pada anak didik saya.


3) Concept: Ceritakan konsep-konsep utama yang Anda pelajari dan menurut Anda penting untuk terus dibawa selama menjadi Calon Guru Penggerak atau bahkan setelah menjadi Guru Penggerak?

Yang menurut saya penting dan harus dibawa adalah seorang guru harus mengambil posisi kontrol manager. Memang dalam praktiknya tidak mudah langsung beralih dari posisi teman, pemantau, penghukum, atau pembuat merasa bersalah ke posisi kontrol manager akan tetapi seorang guru harus berubahd ari waktu ke waktu. Penerapan segitiga restitusi untuk menuntun murid menyelesaikan permasalahannya juga harus terus dibawa dan diterapkan.

 

4) Change: Apa perubahan dalam diri Anda yang ingin Anda lakukan setelah mendapatkan materi pada hari ini?

Setelah mendapat materi ini yang ingin saya lakukan adalah tidak lagi memberikan imbalan-imbalan kepada murid ketika mereka melakukan kebaikan ataupun berprestasi. Selain itu juga saya perlahan merubah posisi saya yang semula lebih banyak sebagai teman ke posisi kontrol manager. Sebagai seorang guru saya akan fokus untuk menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan baik dalam diri murid-murid saya dengan menciptakan lingkungan sekolah yang positif bagi mereka. Dengan menciptakan lingkungan belajar yang positif pada mereka maka mereka akan mendapatkan kemerdekaannya dalam belajar.

Bersama kepala sekolah dan murid-murid

Manusia tidak dapat mengontrol orang lain akan tetapi dapat mengontrol dirinya sendiri. Manusia yang dapat mengontrol dirinya untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal maka telah memiliki disiplin positif dalam dirinya. Semangat untuk bapak/ibu guru dalam mewujudkan merdeka belajar untuk mewujudkan profil pelajar pancasila.

Tergerak, Bergerak, Menggerakkan.

Happy holiday! 😀



Saturday, November 19, 2022

Refleksi modul 1.2

 

Assalamu’alaikum, wr.wb.

Salam guru penggerak!

Setelah selama kurang lebih dua minggu mempelajari modul 1.2 dengan metode MERDEKA, dalam refleksi modul 1.1 ini saya akan menggunakan model 4F yaitu Facts, Feelings, Findings, Future. 4F merupakan model refleksi yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway. 4F dapat diterjemahkan menjadi 4P, dengan pertanyaan sebagai berikut (disesuaikan dengan yang sedang terjadi pada saat penulisan jurnal):

1.      Facts (Peristiwa)

Modul 1.2 ini mulai di pelajari dari tanggal 7 November. Pertama kali membaca topik di modul 1.2 saya merasa kebingungan karena saya belum memahami apa itu nilai dan peran guru penggerak, jangankan nilai guru penggerak nilai diri saya sendiri pun saya belum pernah menggali kembali nilai apa saja yang dapat dikuatkan dalam diri saya. Setelah membaca modul 1.2 pada kegiatan eksplorasi materi semakin lama saya semakin tertarik dengan pembahasan did alam modul. Saya mendapat pengetahuan baru tentang apa dan bagaimana seorang guru penggerak dapat menguatkan nilai dalam dirinya yang sejalan dengan nilai guru penggerak. Setelah mempelajari konsep pada eksplorasi kemudian diskusi di ruang kolaborasi dan penguatan dari instruktur saya semakin menyadari bahwa sangat penting bagi seorang guru untuk menggali nilai-nilai dalam dirinya sehingga dapat menjalankan perannya sebagai seorang guru penggerak.

Proses pembelajaran pada modul 1.2 ini berjalan lebih lancar dari modul 1.1 bagi saya, karena saya sudah lebih memahami ritme pembelajaran pendidikan guru penggerak di LMS. Dalam penerapan konsep nilai dan guru penggerak di kelas maupun di sekolah juga berjalan lancar. Saya melakukan kegiatan pembelajaran yang berpihak pada murid, saya tidak menuntut mereka untuk lulus KKM akan tetapi lebih fokus pada kebebasan dan kesenangan mereka dalam belajar.

 

2.      Feelings (Perasaan)

Kegiatan pembelajaran pada minggu ini berjalan cukup menyenangkan, pada materi prosedur teks anak-anak berdiskusi dan menuangkan pemahamannya dalam bentuk tulisan teks prosedur yang dibuat sesuai keratifitas mereka masing-masing. Saya bangga dengan anak-anak karena mereka berusaha menuliskan apa yang mereka pahami. Meskipun ada dua anak yang asal-asalan saja membuatnya tapi saya tetap bersabar karena percaya bahwa seiring berjalannya waktu jika saya konsisten menuntun mereka maka mereka akan dapat menjadi murid yang lebih baik.

Kemudian terkait program di sekolah seperti program apel pagi yang kami isi dengan menyanyikan lagu daerah dan lagu nasional, membiasakan tari daerah; program literasi yang diisi dengan read aloud dan write around; dan program Jumat sehat berjalan dengan sangat baik. Setelah selama dua minggu dibiasakan apel pagi dan menyanyikan lagu daerah dan lagu nasional, mereka akhirnya sudah mulai terbiasa untuk berbaris jikas udah waktunya, mulai hafal lagu-lagu daerah (sementara ini kami masih mengajarkan lagu-lagu daerah Kalimantan tengah dan baru lagu Isen Mulang dan Manasai). Pada kegiatan literasi juga mereka sudah mulai menyesuaikan kembali setelah beberapa waktu kegiatan literasi terhenti karena sekolah kami terdampak banjir. Untuk kegiatan shalat berjamaah masih perlu banyak perubahan karena anak=anak masih sering saling tunjuk untuk menjadi imam maupun muadzin meskipun sudah dijadwalkan.

 

3.      Findings (Pembelajaran)

Dari semua proses hingga aksi nyata, saya memahami bahwa kita harus mengerti nilai diri kita terlebih dahulu agar dapat menjalankan peran kitas ebagai guru. Sebagais eorang guru kita harus memahami pada tahap mana perkembangan anak didik kita sehingga kita dapat menyesuaikan diri dengan tahap perkembangan mereka. Dan dari modul 1.2 ini saya semakin yakin bahwa jika kita secara konsisten melakukans esuatu maka perubahan porsitif dapat terjadi. Sebagai seorang guru harus selalu berpihak pada murid, mandiri, reflektif, inovatif dan kolaboratif. Nilai kolaboratif penting karena tidak ada perubahan berarti yang bisa kita capai seorang diri, kita harus berkolaborasi dengan berbagai pihak.

 

4.      Future (Penerapan)

Di masa depan saya harus tetap konsisten menjalankan nilai dan peran guru penggerak. Tidak da suatu perubahan yang terjadi secara instan, saya perlu lebih bersabar dan terus melakukan refleksi dan tindak lanjut dari setiap Tindakan yang saya lakukan baik dari kegiatan pembelajaran maupun dalam menjalankan program-program di sekolah bersama rekakn guru lain.

 


 

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Salam Guru Penggerak. “Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”   ( Teach...