Saturday, May 22, 2021

Prioritas Tanpa Batas, Semua Kegalauan Ada Masanya.

Hai hai hai....

Prioritas tanpa batas.

Kenapa tiba-tiba ngomongin prioritas?

Biasanya yang sering terdengar kreativitas tanpa batas, bukan prioritas. Saya kebetulan seorang guru, meskipun pasti tidak sempurna, satu hal yang saya pastikan juga adalah saya selalu ingin anak didik saya menjadi anak baik. Meskipun saya tidak seperti ibu peri di kelas, meskipun sekali dua kali tiga kali dan kali lain saya ngomel di kelas, tapi tidak pernah sekalipun saya mendo'akan anak didik saya tidak berhasil. Dan saya yakin, tidak ada satu pun guru, dosen, ustadz, ustadzah yang ingin anak didiknya gagal. No one. 

Baru-baru ini ada satu kejadian yang membuat saya bilang "sayang sekali ya...". Karena pandemi covid-19, kegiatan belajar mengajar sudah satu tahun lebih diadakan online, baik yang memang full online classes ataupun yang offline, daring, luring maupun kombinasi daring dan luring. Saya yakin dalam hati anak-anak pasti jenuh dan ingin semua kembali normal. Saking lamanya belajar dari rumah (BDR), anak didik saya di sekolah banyak yang amblas motivasi belajarnya. Baru-baru ini malah dapat kabar salah satu anak didik saya nikah, dia cewek. Iya, gadis remaja usiao sekolah kelas VIII, SMP,nikah. Deggggg...! Ada rasa pilu dihati sih, kenapa tiba-tiba nikah? Terakhir ketemu sebelum puasa, dia masih ngumpulkan tugas lewat WA, dia masih nanya tugas yang dia nggak paham. 

Kalau dengar kabar teman sebayaku nikah, alhamdulillah sudah ketemu jodohnya, tapi ketika dengar anak kelas VIII yang sebulan lalu masih sekolah terus sekarang nikah, reaksi pertama saya bukan "alhamdulillah datang jodohnya." I can't do it that way. Yang ada dalam pikiran saya pertama kali adalah "are you kidding me? Mosok seh? Tenan e?" Anak usia segitu, yang harusnya masih menikmati masa-masa belajar bareng teman-temannya, menekuni hobinya, atau lagi asik-asiknya fangirling, malah memilih mengikuti rasa penasarannya akan cinta yang akhirnya berujung pada sebuah pernikahan dini. Iya sih, menikah memang hak setiap orang, tapi dalam Undang-Undang negara kita, pernikahan tetap diatur, ada UU nya, UU no 16 tahun 2019. Dalam pasal 7 ayat 1 berbunyi: "Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas tahun)". Dan ini anak murid kelas VIII yang usianya belum sampai 19 tahun, dinikahkan, for real. Memang bukan anak saya, dan orang tuanya pu ya pertimbangan untuk menikahkan. Terus kenapa saya nulis? Saya berharapnya anak didik saya yang lain nggak sampai putus sekolah terus nikah. Menikahlah nanti, ketika sudah selesai sekolah, paling tidak selesaikanlah wajib belakar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah. Itu yang bikin aturan pusing lho mikirnya,banyak pertimbangannya juga.

Saya bukan tipe yang keras banget tapi juga nggak lembek banget kalau soal cinta-cintaan ini. Selama ini saya selalu terbuka sama anak didik saya. Mahasiswa/i saya dulu beberapa ada yang curhat masalah cinta-cintaan saya ladeni, siswa saya di SMK dulu cerita pacar saya oke, termasuk siswa/i saya sekarang yang anak  SMP cerita gebetan saya dengarkan. Dengarkan dengan seksama. Bukan berarti saya biarkan mereka cinta-cintaan begitu saya, saya selalu tekankan segala sesuatu ada masanya, ada tanggung jawabnya, ada resikonya, ada prioritasnya. Di usia mereka seharusnya prioritasnya apa selalu saya tekankan. Siswi saya SMP wajar saja kalau menyukai lawan jenis, it's normal. Yang tidak normal adalah kalau sampai kehilangan pegangan sampai tidak tahu prioritas.

Saya selalu tekankan sama mereka, sebagai siswa tanggung jawab mereka apa, prioritas mereka harus tetap tentang sekolah, belajar. Mereka boleh fangirling, boleh suka lawan jenis tapi tidak boleh hilang kendali. Suatu kali saya pernah mengumpulkan anak didik saya yang satu SMP jumlahnya cuma 14 anak itu di depan kantor guru, saya ingatkan yang mana prioritas. Saya ingatkan karena mereka siswa, tugas utamanya belajar. Kalau mereka k-pop idol ya tugas utamanya bukan belajar di sekolah, kalau mereka actor/actress ya tugas utamanya mengasah kemampuan berakting mereka supaya ketika memerankan peran itu bisa seperti nyata. Semua ada masanya, ada porsinya. Seperti sekolah, menikah juga ada masanya, nanti kalau sudah cukup umur dan siap secara mental dan fisik.

Jangan dikata anak SMP sudah siap fisiknya, meskipun bongsor, dilihat dari segi kesehatan itu beresiko, apalagi kalau langsung hamil dan melahirkan, resiko tinggi. Sebagai individu, masing-masing dari kita punya prioritas, setiap pilihan juga pasti ada tanggung jawabnya. Kalaupun sudah membuat pilihan yang dirasa berat tanggung jawabnya ya percayalah dari situ kita akan jadi orang yang lebih kuat. 

Bersyukurlah anak sekolah yang kegalauannya masih antara mau ngerjakan tugas Matematika dulu atau Bahasa Inggris dulu, mau nonton NCT atau BTS, mau pilih V atau Jungkook, mau Suho atau Baekhyun mau main PUBG atau among us; disaat ada anak usia sekolah lain yang cuma berharap pengen sekolah dan senang-senang dengan teman-temannya tapi keadaan tidak berpihak sehingga terpaksa dia nggak bisa sekolah dan bersenang-senang.

Bersyukurlah dedek-dedek gemes yang kegalauannya masih antara mau beli laneige atau ms glow, antara mau pakai produk lokal atau luar, mau nonton Hwang In Yeop atau Cha Eun Woo disaat yang lain udah bingung mikirin harus beli popok merek apa atau sufor merek apa karena ngepas2in duit jatah bulanan suami.

Bersyukurlah embak-embak yang kegalauan hatinya masih antara mau pakai baju dari Wearing Klamby atau Vanilla, mau beli kerudung Zytadelia atau Mandja Ivan Gunawan, mau pakai Shu Uemura atau Make Over aja, mau nonton Lee Seung Gi atau Song Jong Ki, mau pilih jadi fans Wang Yibo atau Xiao Zhan, Dylan Wang atau Xu Kai, mau beli tas harga 100 ribu atau 1 juta disaat yang lainnya ada yang galau antra hidup dan mati, bertahan dalam hubungan rumah tangga yang mencekik leher demi anak atau pergi.

Bersyukurlah ibu-ibu yang kegalauan hatinya masih antara gemes suami mancing atau nge-trail disaat ibu-ibu lain galau antara suami suka teman kantor atau suami suka ladies. 

Jadi, setiap orang sudah pasti punya kehidupannya masing-masing, they fight their own battle, we can't put other shoes on our feet tapi bukan berarti kita nggak peduli sama orang di sekitar kita. 

Let's remind our beloved one if they took the wrong path in common, mari tetap ingatkan orang-orang yang kita sayangi kalau mereka mengambil langkah yang salah secara umum, tentang bagaimana mereka menanggapi saran dan kasih sayang kita itu tanggung jawab mereka. Salah seorang dosen yang saya kagumi pernah bilang you can be somebody's hero and somebody else's asshole at the same time. Note it!

Prioritas. Selama kita hidup kita akan terus dihadapkan pada pilihan-pilihan yang terkadang pilihan itu kurang lebih sama buruknya, tergantung prioritas kita masing-masing.

Sama seperti saya, yang masih nonton k-drama, c-drama dan drama-drama lain padahal punya kewajiban jadi ibu rumah tangga. Tapi prioritas saya tetap bukan itu, saya masih main sama anak, masak (kalau lagi gak mood atau malas ih beli, bagi-bagi rejeki dengan yang jualan makanan), masih tetep kerja, masih tetep ngomelin suami kalau ngambil baju dilemari jadi berantakan.



Sekian. 


 


No comments:

Post a Comment

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Salam Guru Penggerak. “Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”   ( Teach...