Friday, May 3, 2019

Selamat hari pendidikan nasional, mari mendidik bukan menghardik

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Selamat malam.
Harusnya tulisan ini muncul kemarin pas hari pendidikan nasional tapi kemarin ada projek yg lebih urgent untuk diselesaikan. πŸ˜‘

Sudah mulai libur awal puasa, libur yang panjang sepanjang jalan kenangan kita. Ehh...

Dijalan itulah tiap hari saya ke sekolah. Jalanan itu akan kelihatan romantis kalau habis hujan. 😁😁 biasalah efek LDR. Sebenarnya kalau ditinjau dari segi lingkungan, di desa ini suasana cukup kondusif untuk belajar. Nggak bising suara kendaraan bermotor, udaranya seger pula. Tapi kan banyak faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar. Jadi tidak semua berjalan sesuai keinginan.

Ngomongin masalah sekolah itu nggak ada habisnya sampai kapanpun juga. Sebagai diary saya, kali ini saya mau nyimpen soal perpustakaan sekolah. Biar secanggih apapun teknologi dan perkembangannya, menurut saya perpustakaan tetap penting. Membaca buku punya feel yang beda dari membaca PDf di gadget, itu kalau saya. Ya meskipun saya lebih sering baca novel daripada ensiklopedia. πŸ˜€πŸ˜€πŸ˜€ Perpustakaan di sekolah kami belum punya ruangan sendiri, jadi perpustakaannya ada di dalam ruang kelas IX. Lohh kok? Jangan membayangkan ruangannya jadi penuh sesak, ruangannya masih lapang kok. Kan siswanya cuma 5 dan rak buku perpustakaan kami tidak banyak.



Perpustakaan SMP

Nah itulah perpustakaan kami. Agak berantakan ya? Agak?? Memang tidak teratur sih. Saya belum sempat ngajak anak-anak untuk menyusun buku-buku di perpustakaan. Meskipun kelihatannya begitu tapi sebenarnya setelah saya lihat banyak buku bagus yang bisa dibaca anak-anak. Tapi sayangnya anak-anak sepertinya belum berminat membaca, bukunya sampai berdebu gitu. Bisa dehh dipakai bedakan kalau bedak habis. πŸ˜‚πŸ˜‚ selain buku-buku pelajaran yang dari pemerintah banyak buku referensi yang lain yang cukup bagus. Buku pengetahuan umum series juga banyak. Saya lupa nggak ngambil foto closer look-nya. 

Padahal jika dilihat dari situasi dan kondisi yang ada, membaca buku harusnya menyenangkan disana. Saya aja jadi seneng baca buku sambil duduk di teras belakang rumah menghadap ke sungai. Lebih menyenangkan daripada baca buku di dalam kamar di rumah dinas. Adem. Tapi gemar membaca bukanlah sesuatu yang instan bisa terjadi, butuh pembiasaan. Membaca juga sedikit banyak dipengaruhi oleh minat. Tapi jika tidak dimulai untuk dikenalkan pada kebiasaan membaca kapan lagi anak-anak sadar akan pentingnya literasi. Kan gerakan literasi lagi digalakkan oleh pemerintah juga. 

Kalau melihat dari kebiasaan anak-anak sekarang sih rasanya akan butuh perjuangan panjang supaya mereka mau lebih sering menghabiskan waktu untuk membaca daripada main. Main disini beneran main, main kelereng. Anak-anak cewek pun, siswa saya di SMP, siang-siang tu main kelereng disamping rumah saya. Kalau di kota mana ada, paling mereka main HP. Atau malah jalan-jalan ke mall, upload video tik tok. Tapi saya punya mimpi, suatu hari anak-anak akan lebih senang membaca. Saya nggak mimpi muluk-muluk kaya di drama-drama gitu yang siswanya disuruh membaca satu buku tiap minggu terus bikin book review. 

Mudah-mudahan niat ini bisa terwujud. Sementara ini sih mereka masih nanya-nanya aja "baca apa bu pian?" Tapi suatu hari semoga mereka juga membaca meski bukan di sekolah. Sementara ini anak-anak masih belum bergerak untuk membaca, saya sih masih cerita-cerita aja. Kadang saya sengaja menceritakan buku yang saya baca meskipun saya tu cuma baca buku judulnya "keistimewaan semut". Itu buku terakhir yang saya baca waktu di desa. 

Kenapa sih mereka nggak membaca? 
Lagi asik di kebun 

Salah satunya karena mereka lebih tertarik pada aktifitas fisik. Itu anak-anak lagi nanam singkong di sela-sela jam pelajaran. Lumayan kalau besar bisa di goreng singkongnya, pucuk daun singkongnya bisa di masak. 😁😁Kalau hari Jumat seneng mereka, olahraga. Pagi biasa kami main voli, ya meskipun saya nggak bisa.

Nah lain halnya dengan perpustakaan SD, karenankami sekolah satu atap, kantor guru juga jadi satu. Perpustakaan SD ada dikantor guru dan sedihnya sepertinya bukunya sudah tidak tersentuh sejak Thanos belum lahir. Debunya lebih tebal daripada di perpustakaan SMP. Sebenarnyabwajar aja sih karena anak-anak SD di desa sepertinya memang nggak akan ke perpustakaan kalau tidak disuruh dan langsung didampingi gurunya. Padahal buku-bukunya bagus, berwarna dan kertasnya bagus. Kan biasanya anak-anak BeTe kalau baca buku yang kusam terua iainya tulisan semua nggak ada gambarnya. Semoga di SD kami segera ada tambahan guru jadi anak-anak bisa lebih terbimbing. 
Perpustakaan SD


Well, apapun yang terjadi mudah-mudahan anak-anak saya di sekolah bisa jadi orang yang bisa membawa manfaat dalam masyarakat. Saya juga semoga nggak khilaf dan ngasih contoh yang tidak baik. Kalau pas di kota kemarin saya sering nggak ngikutin aturan berseragam,disini saya disiplin lah ya supaya anak-anak ikut disiplin juga. 
Bye bye high heels

Termasuk disiplin bersepatu, nggak ada high heels, ankle boot, flas shoes cantik; yang ada pakai sport shoes aja sesuai medan. Bukan cuma pas olahraga, tiap hari. πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Selamat hari pendidikan nasional untuk semua pembelajar. πŸ˜‡πŸ˜‡πŸ˜‡





No comments:

Post a Comment

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Salam Guru Penggerak. “Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”   ( Teach...