Sunday, March 26, 2023

Koneksi Antar Materi Modul "Coaching untuk Supervisi Akademik"

 

Salam Guru Penggerak.
 

“Kreativitas adalah tentang membuat hubungan antara satu hal dengan hal lainnya. Ketika Anda bertanya pada orang-orang kreatif bagaimana mereka melakukan sesuatu, yang mereka lakukan adalah melihat hubungan antara berbagai pengalaman dan merumuskan hal baru.”

– Steve Jobs –

 

ruang kolaborasi II

Merupakan pengalaman yang luar biasa bagi saya ketika belajar tentang coaching pada modul 2.3. Bagaimana tidak, dulu saya berpikir bahwa coaching selalu berakhir dengan peningkatan kinerja atau dengan mendapatkan solusi dari permasalahan-permasalahan yang ada. Akan tetapi setelah belajar coaching pada eksplorasi konsep, diskusi dengan rekan CGP, dan juga elaborasi pemahaman dengan Pak Jacob Win selaku instruktur coaching untuk supervise akademik, saya mendapatkan pengetahuan baru bahwa coaching adalah kegiatan dimana coach dan coachee  berbicara untuk menguraikan permasalahan coachee. Dan dalam prosesnya posisi coach dan coachee adalah setara karena salah satu prinsip coaching adalah kemitraan. Coaching fokus pada tujuan bukan pada permasalahan.

 

Paradigma berpikir coaching adalah fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, mampu melihat peluang baru dan masa depan.

 

praktik coaching dengan skenario observer, coach, dan coachee




Saya memang sudah sering mendengarkan kata coaching tapi sering mendengar bukan berarti memahami. 

Ada tiga kompetensi inti dalam coaching  yaitu kehadiran penuh (presence), mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot. 

Ketika membacanya saja saya sudah merasa ini akan lumayan sulit, dan ketika di praktikkan ternyata lebih sulit lagi. Dalam proses praktik yang pertama dengan rekan CGP di gmeet itu rasanya seperti “Oke aku akan coba yang terbaik versi aku.”. Sedangkan di praktik yang kedua, yang dilihat teman-teman sekelas dan fasilitator, perasaannya beda. “Aku bisa nggak ya?” “Nanti sesuai nggak ya?” “Eh, teman-teman ini biasanya pada jago nih”. Pikiran-pikiran itu berputar-putar seakan malah menciutkan nyali sendiri. Dan benar pada saat praktik coaching masih ada yang kelewatan meskipun saya berusaha sebaik mungkin. Dalam proses ini saya menyadari kesalahan saya dimana sehingga ada hal yang terlewat tersebut. Saya terlalu sibuk mengejar coachee dengan pertanyaan berbobot sehingga saya lupa menandai dalam catatan saya mana yang belum saya tanyakan. Padahal dalam catatan saya, sudah tertulis garis besar pertanyaan yang tidak boleh terlewatkan seperti “tujuan coaching hari ini?”, “hambatannya apa?”, “potensi yang bisa digunakan apa?”, “kapan rencana tersbeut di lakukan?”, “mulai kapan?”, “siapa yang bertanggung jawab?”, “apa yang akan dilakukan jika tidak berhasil?” dll. Setelah proses belajar modul 2.3 sampai kegiatan elaborasi konsep saya semakin yakin bahwa keterampilan coaching ini tidaklah di dapat secara instan, keterampilan akan meningkat seiring banyaknya jam terbang.

 

elaborasi materi modul 2.3

Kegiatan bersama yang terakhir dalam setiap modul adalah kegiatan elaborasi materi. Dalam elaborasi materi dengan instruktur ini saya juga mendapatkan hal yang baru. Ketika kegiatan sebelumnya dalam ruang kolaborasi praktik coaching dan praktik coaching untuk kegiatan demonstrasi kontektual saya masih menyebut diri saya sebagai coach atau coachee akan tetapi dalam elaborasi pemahaman saya mendapatkan hal baru bahwa dalam prinsip kemitraan ketika kita masih menyebut coach atau coachee  masih terasa tidak setara, sehingga perlu untuk memberikan suasana kesetaraan dengan atribut panggilan yang setara seperti saling memanggil “kak”.

Ada tiga tahapan dalam coaching yaitu pra-observasi, observasi, dan pasca observasi.

 Ketika instruktur menjelaskan tentang coaching dalam supervisi ademik, saya merasakan atmosfir yang berbeda. Salah satunya saya kira karena sayalah yang kebetulan dijadikan “objek” dalam praktiknya oleh Kak Jacob. Dalam kegiatan pra-observasi saya ditanya-tanya oleh Kak Jacob tentang kompetensi apa dalam diri saya yang ingin di observasi secara mendalam dari ketiga kompetensi inti coaching, kemudian kenapa saya memilih itu, dan apa indikator keberhasilan saya dalam kompetensi itu. Secara pribadi saya dan rekan sekelompok saya Bu Umi dan Bu Misnah sudah melakukan kegiatan pra-observasi ini dalam praktik demontrasi kontekstual kami tetapi rasanya berbeda sekali ketika praktik dengan Kak Jacob. Memang benar, pengalaman dan jam terbang pada suatu “hal” akan membuat keterampilan kita semakin baik. Ketika dengan Kak Jacob saya merasa kegiatan ini smooth sekali seperti ngobrol biasa sedangkan ketika saya dan rekan kelompok praktik rasanya seperti masih ada yang mengganjal dalam hati.

Ketika kak Jacob melakukan tahapan pasca-observasi pada saya di ruang gmeet elaborasi materi saya sadar bahwa ada beberapa poin penting yang ternyata belum saya dan teman sekelompok saya lakukan dalam kegiatan pasca observasi. Dalam praktik demonstrasi kontekstual saya hanya terpaku pada pertanyaan-pertanyaan yang akan masuk penilaian rubrik penilaian yang ada di LMS. Jadi saya dan teman-teman kelompok hanya menanyakan pada teman yang berperan sebagai coach tentang “menurutnya bagaimana praktik coaching tadi? Apakah sudah sesuai?”, menyampaikan hasil observasi, lalu menanyakan “kompetensi apalagi yang ingin dikembangkan.”  Jadi setelah elaborasi pemahaman, saya merasa lebih nyaman ketika observernya (Kak Jacob) mengatakan “bolehkah saya menyampaikan hasil observasi saya?” ketika akan emnyampaikan hasil observasinya. Itu terkesan lebih setara bagi saya. Dalam penyampaian observasi pun ternyata seharusnya urutannya adalah dari ‘apa yang sudah selaras dengan kompetensi yang ingin dikembangkan, apa yang melebihi kompetensi, baru menyampaikan apa yang kurang.” Dalam menyampaikan kekurangan pun observer harus menyertakan bukti yang jelas berdasarkan fakta ketika observasi misalnya menyebutkan jam dan menitnya kemudian apa yang dikatakan oleh coach. Hal-hal itulah yang nantinya akan saya praktikkan dalam kegiatan-kegiatan coaching  yang akan saya lakukan nanti.

 

Bagaimana peran Anda sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi sebelumnya di paket modul 2 yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi?

Sebagai seorang guru penggerak, peran saya sebagai seorang coach di sekolah adalah menemani rekan sejawat berbincang tentang permasalahan mereka sehingga benang-benang kusut yang ada dapat terurai. Berharap dengan peroses itu maka bersama-sama kami akan dapat mengembangkan keterampilan dalam mengajar dan meningkatkan pembelajaran di kelas maupun sekolah. Hal ini berkaitan dengan materi sebelumnya di paket modul 2, yaitu pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi, karena sebagai seorang coach, dengan kegiatan coaching untuk supervisi akademik saya berharap dapat dapat membantu memaksimalkan potensi-potensi rekan sejawat di sekolah. Dengan memaksimalkan potensi yang ada maka diharapkan kami dapat menerapkan strategi pembelajaran yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan murid yang beragam, serta membantu rekan sejawat dalam membangun lingkungan kelas yang inklusif dan memperhatikan aspek sosial dan emosi murid. Hal ini akan membantu murid untuk merasa lebih nyaman dan terlibat dalam proses pembelajaran, sehingga mereka dapat belajar dengan lebih efektif.

Selain itu, saya juga dapat membantu rekan sejawat dalam mengidentifikasi kebutuhan murid yang berbeda dan memberikan saran untuk mengatasi tantangan pembelajaran yang mereka hadapi.

Selain membantu rekan sejawat, saya juga dapat menjadi coach bagi murid. Saya dapat membantu murid untuk mencapai tujuan mereka. Dalam kegiatan coaching saya dapat membantu dalam mengembangkan keterampilan sosial dan emosional mereka, seperti pengaturan emosi, kerja sama, dan komunikasi. Dengan begitu diharapkan saya dapat membantu murid untuk meraih potensi akademik dan pribadi mereka secara penuh. 

Keterampilan coaching yang diperlukan termasuk mendengarkan dengan aktif, memberikan umpan balik yang konstruktif, dan membantu rekan dalam merencanakan dan melaksanakan tindakan perbaikan. Semua keterampilan ini sangat penting dalam membantu rekan sejawat dalam meningkatkan keterampilan mengajar dan meningkatkan hasil pembelajaran murid. Selain itu, sebagai seorang coach, saya dapat memfasilitasi diskusi reflektif dan kolaboratif di antara rekan sejawat untuk meningkatkan keterampilan mereka dalam mengajar.

 

Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran?

Keterampilan coaching sangat terkait dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Dalam praktiknya seorang pemimpin pembelajaran yang baik harus mampu menjadi seorang coach yang efektif dalam membantu rekan sejawat dan murid untuk mencapai tujuan pembelajaran mereka.

Keterampilan coaching yang dapat membantu seorang pemimpin pembelajaran dalam pengembangan kompetensi meliputi kemampuan mendengarkan aktif, memberikan umpan balik yang efektif, mengajukan pertanyaan yang tepat, dan memotivasi serta memberikan dukungan kepada rekan sejawat dan murid. Dengan memiliki kemampuan-kemampuan tersebut, seorang pemimpin pembelajaran dapat memahami kebutuhan dan harapan dari rekan dan murid, memberikan bimbingan dan dukungan yang tepat, serta membantu mereka mencapai tujuan pembelajaran.

Dengan mengembangkan keterampilan coaching, seorang pemimpin pembelajaran dapat membantu rekan sejawat untuk meningkatkan kinerja mereka dan mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Selain itu, seorang pemimpin pembelajaran yang efektif juga dapat menciptakan budaya kerja yang positif dan mendukung untuk guru dan staf pendidikan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas mereka.

 

Mari bergerak untuk kemajuan pendidikan.

 

No comments:

Post a Comment